Menyelami Budaya Brewery di Kesennuma
Bukan hanya tentang oyster dan ikan, Kesennuma pun merupakan rumah bagi dua sake brewery dan Feastin’ mencoba salah satu Brewer’s Table Experience di Kesennuma
Foto: Feastin’
Langit biru cerah menaungi Kesennuma siang itu, awan seputih kapas melayang perlahan di atas jalan kecil yang membawa kami menuju Otokoyama Honten. Kota pelabuhan ini mungkin tak luas, tapi kehangatannya terasa di setiap sudut, dari pusat kota hingga tepi laut, semua bisa dijangkau dalam 5-10 menit saja. Terjauh? Dua puluh menit, sesuatu yang di Jakarta rasanya seperti sebuah keajaiban.
Kesennuma mungkin lebih dikenal lewat hasil lautnya, terutama oyster yang jadi kebanggaan lokal dan telah harum sampai seluruh penjuru dunia. Tapi siapa sangka, kota ini juga menyimpan sejarah panjang para pembuat sake, brewery-brewery yang telah bertahan lintas generasi, salah satunya: Otokoyama Honten.
400 Tahun Perjalanan Otokoyama Honten
Begitu kami melangkah masuk ke area Otokoyama Honten, aroma fermentasi beras yang lembut langsung menyapa. Di balik interior kayu tua yang masih berdiri kokoh itu, kami disambut oleh generasi penerus keluarga yang kini memegang kendali bisnis, meneruskan tradisi panjang yang telah hidup lebih dari seabad.
Foto: Feastin’
Meski nama Otokoyama cukup umum di Jepang, brewery ini punya kisahnya sendiri. Asalnya dari barat Jepang, dekat Osaka, hampir 400 tahun silam. Sang pendiri, kakek buyut dari pemilik sekarang, pernah berziarah ke sebuah kuil di Kyoto, dan dari sanalah nama Otokoyama diambil saat ia mendirikan brewery ini pada tahun 1912.
Bencana tsunami tahun 2011 sempat menghancurkan bangunan perusahaan, namun ajaibnya, ruang brewery utama selamat. Hingga kini, Otokoyama Honten tetap berdiri sebagai salah satu saksi ketahanan dan semangat para pembuat sake Kesennuma.
Mereka memproduksi beberapa tipe sake, masing-masing mencerminkan karakter wilayah ini. Ada Sotenden, dengan rasa segar, medium body yang serasi dengan hidangan laut lokal; Kesennuma Otokoyama, varian klasik dengan profil dry dan refreshing yang dibuat dari beras tradisional; serta Biroku, sake musiman hasil perpaduan beberapa jenis beras.
Musim produksi biasanya dimulai dari September hingga Juli. Proses pembuatan sakenya sendiri masih sangat tradisional: beras dicuci dengan tangan, lalu direndam untuk mencapai tingkat kelembutan ideal. Setelah itu didinginkan dengan mesin pendingin sebelum dibuat koji di ruangan bersuhu sekitar 32°C dengan kelembapan dijaga di 60–80%. Di tahap inilah koji mould, asam laktat, dan ragi ditambahkan, memulai proses multiple parallel fermentation: sakarifikasi dan fermentasi alkohol yang berlangsung selama sebulan penuh. Setiap hari, sampel dicek dengan cermat, sebuah rutinitas yang menunjukkan betapa detail dan sabarnya proses di balik setiap botol sake Otokoyama.
Untuk distribusi, produksi Otokoyama Honten saat ini masih terfokus untuk memenuhi kebutuhan lokal di Kesennuma, meski permintaan dari prefektur lain pun mulai berdatangan. Bagi Feastin’ People yang ingin mengenal lebih dekat proses di balik setiap tetes sake mereka, Otokoyama Honten juga membuka kesempatan untuk tur cukup dengan menghubungi pihak brewery secara langsung.
Meigetsu: Pengalaman Santap Malam dengan Sake Pairing Produksi Kakuboshi
Tak jauh dari Otokoyama Honten, hanya sekitar tiga menit berjalan kaki, kami tiba terlebih dulu di Kakuboshi, sebuah toko kecil dengan pesona nostalgia yang tak lekang waktu. Bangunan dua lantai ini berdiri sejak awal periode Showa, dan menurut tour guide kami, fasadnya masih sama seperti sebelum tsunami 2011 melanda Kesennuma. Dari luar, ia tampak sederhana, tapi penuh karakter.
Foto: Feastin’
Di lantai pertama, deretan botol sake buatan Kakuboshi tersusun rapi, sementara lantai duanya dibuka untuk publik, menampilkan foto-foto dan souvenir yang merayakan identitas kota pelabuhan ini. Produk andalannya, Yuzu Sake, menjadi favorit banyak pengunjung karena keseimbangannya antara segar dan manis alami.
Hanya beberapa langkah dari Kakuboshi, aroma masakan hangat mulai menggoda, pertanda malam kami di Kesennuma akan berlanjut dengan pengalaman berbeda: sake pairing dinner di Meigetsu. Sekilas, Meigetsu tampak seperti restoran tradisional Jepang pada umumnya. Namun di balik tampilannya yang bersahaja, tersimpan pengalaman kuliner yang dirancang dengan penuh perhatian melalui konsep Kesennuma Brewers Table, yang memadukan hidangan berbahan asli Kesennuma dengan pilihan sake terbaik dari Kakuboshi. Setiap hidangan dari juru masak di Meigetsu sudah dipilihkan padanan sake terbaik untuk mengeluarkan rasa terbaik.
Santap malam kami dimulai dengan tiga hidangan pembuka yang merayakan cita rasa musim panas Kesennuma. Pertama, hoya atau sea cucumber maskot laut kebanggaan kota ini, disajikan bersama sayuran musim panas dan jeli lembut yang memberikan kesegaran ringan di awal. Lalu tentu saja, tak lengkap berkunjung ke Kesennuma tanpa mencicipi oyster segar, kali ini disajikan dengan cocktail sauce yang mempertegas rasa manis alami tiramnya. Hidangan pembuka ketiga adalah cold chawan mushi, versi musim panas dari kudapan klasik Jepang yang biasanya hangat. Lembut, ringan, dengan warna hijau edamame, merah tomat, dan kuning jagung, sebuah pemandangan musim yang tersaji di mangkuk kecil. Ketiganya berpadu dengan Mizutoriki Summer Sake, sake berkarakter ringan dengan kadar alkohol rendah dan aftertaste gurih.
Setelahnya, sashimi segar hadir bersama Mizutoriki Kura no Hana Sake, yang dibuat dari varietas beras khas Prefektur Miyagi. Umami beras yang dipoles sempurna memberikan kejernihan rasa, seolah membuka ruang bagi kesegaran alami ikan untuk bersinar tanpa gangguan aroma berlebihan.
Hidangan panggang muncul di meja kami: ikan pedang yang dimarinasi miso dengan terong putih yang lembut, disandingkan dengan Mizutoriki Yamada Nishiki Sake. Perpaduan ini seperti percakapan antara dua tradisi, kuliner dan fermentasi yang sama-sama mengutamakan kesabaran dan ketelitian.
Lalu hadir tempura wakame dan udang, ringan tapi renyah, ditemani Mizutoriki Kin’in Pasteurized Sake. Setiap tegukannya menyapu sisa minyak dari langit-langit mulut, membuat setiap gigitan terasa baru lagi sebelum berlanjut ke hidangan berikutnya: grilled bonito pressed sushi.
Semua ditutup manis dengan lemon sherbet, sederhana tapi menyegarkan, seperti jeda yang menandai akhir dari sebuah perjalanan rasa.
Malam itu kami belajar bahwa Kesennuma bukan hanya kota pelabuhan yang hidup dari lautnya, tapi juga dari tangan-tangan brewer yang mempraktekan fermentasi dengan kecermatan, hingga para koki yang tahu bagaimana sake dapat menghidupkan setiap rasa.
Artikel ini merupakan advertorial kolaborasi Feastin’ dengan Visit Kesennuma. Kunjungi situs https://id.kesennuma-kanko.jp/ untuk informasi lebih lanjut mengenai wisata Kesennuma dan follow Instagram resmi Visit Kesennuma di @kesennuma.japan