Resiliensi di Balik Perjalanan Tujuh Generasi Nelayan Oyster Kesennuma

Di balik oyster Kesennuma, ada kisah resiliensi dan dedikasi turun-temurun para nelayan

Foto oleh: Feastin’

Mungkin sebagian dari Feastin’ People mengenal Kesennuma sebagai merek salah satu saus tiram artisan yang populer, Kesennuma Milky Oyster. Lebih dari itu, kami berkesempatan untuk mengunjungi kota Kesennuma di prefektur Miyagi, untuk mengenal kota yang dikenal dengan hasil lautnya termasuk budidaya oyster dan salah satu pasar ikan yang paling sibuk di negeri matahari terbit. 

Di Kesennuma, laut biru yang membentang luas bukan sekadar penyejuk mata. Laut merupakan nadi kehidupan bagi banyak masyarakat di kota dengan populasi sekitar 65 ribu jiwa ini. Di sini lah lahir budidaya oyster atau tiram yang telah melalui tujuh generasi nelayan. 

Kisah Nelayan Kesennuma: Pengabdian Tulus terhadap Kota yang Membentuknya 

Tim Feastin’ berkesempatan untuk berbincang dengan salah satu nelayan yang juga pemilik budidaya oyster, Yamayo Suisan, bernama Takeshi Komatsu. Usaha keluarga ini telah berdiri sejak 1930, dan Takeshi kini menjadi generasi keempat yang meneruskan estafet.

Foto oleh: Feastin’

Perjalanan hidupnya pun kurang lebih mirip dengan penduduk Jepang pada umumnya: Menempuh pendidikan hingga lulus, sempat mendalami peran sebagai karyawan di perusahaan konstruksi, hingga ia memutuskan bahwa menjadi nelayan adalah panggilan hidupnya, untuk melanjutkan usaha keluarga. Keputusannya semakin mantap setelah gempa Tohoku yang menghancurkan rumah, pabrik, serta fasilitas budidayanya. Dari situ, ia memilih untuk bangkit kembali demi kota kelahirannya,  cintanya yang besar terhadap Kesennuma pun membulatkan tekadnya untuk terus mengabdi menjadi nelayan. 

Dua puluh tahun sudah ia menghabiskan hari-harinya di atas perahu, merawat oyster dari sekecil kuku hingga sebesar genggaman tangan. “Oyster pada umumnya dipanen di usia 6–12 bulan. Di sini, kami menunggunya hingga usia 18–24 bulan, sehingga ukurannya jauh lebih besar” jelasnya.

“Saat lagi istirahat di kapal dan melihat pemandangan sekitar, I get the beautiful feeling. Perasaan ini tidak tergantikan meski sudah puluhan tahun” ujarnya sambil tersenyum.

Detail Teknik & Ekosistem Oyster Farming

Takeshi mengajak tim Feastin’ berlayar dengan kapalnya, menyingkap wajah Teluk Oshima dari dekat. Air berkilau biru bercampur zamrud memantulkan cahaya langit yang jernih. Camar-camar laut berputar di atas jejak kapal kami, seakan turut menjadi pemandu dalam perjalanan menuju jantung budidaya oyster Kesennuma.

Proses budidaya oyster di Kesennuma adalah harmoni antara keterampilan manusia dan pemahaman yang detil akan alam. Di seutas tali sepanjang 15 meter, nelayan menggantung sekitar 20 cangkang, dimana masing-masing berisi 30 bayi oyster - dalam satu tali berarti terdapat kurang lebih 600 oyster, dan satu rakit sendiri dapat menampung sekitar 160 tali. 

Foto oleh: Feastin’

Prosesnya sederhana namun penuh kesabaran: melubangi sedikit cangkang scallop, menempatkan bayi oyster di dalamnya, lalu membiarkan laut bekerja. Namun, nelayan tidak bisa sekadar membiarkan oyster tumbuh. Mereka rutin memindahkan lokasi rakit sesuai kebutuhan, atau bahkan merendamnya dalam air panas sekitar 75°C di atas kapal untuk menghilangkan cangkang kecil maupun rumput laut yang menempel. 

Perairan Kesennuma kaya mineral dan plankton, faktor alami yang membuat oyster tumbuh besar sekaligus menghadirkan karakter rasa yang berbeda dengan oyster di tempat lain, 

Foto oleh: Feastin’

Namun, perjalanan para nelayan Kesennuma yang kini hanya tersisa puluhan tidak selalu mulus. Berkali-kali tsunami menghantam, menghancurkan rakit oyster dan membuat hasil panen tak bisa diselamatkan. Di titik inilah karakter petani Kesennuma terlihat: resiliensi. Mereka bangkit lagi, menanam kembali, dan tetap memilih laut sebagai masa depan.


Yamayo Shokudo: Dari Laut ke Meja Makan

​​Pada 29 April 2022, Takeshi mendirikan Yamayo Shokudo, restoran yang berlokasi di bekas rumah keluarga. Tujuannya sederhana: menciptakan ruang yang menghubungkan produsen dan konsumen, sekaligus menghadirkan pengalaman menikmati oyster segar tepat di tempat asalnya. Restoran ini juga menjadi salah satu lokasi syuting serial TV populer “Okaeri Mone” di channel NHK.

Bangunannya sederhana, dengan view langsung menghadap teluk Oshima. Kami menaiki tangga karena dataran tempat bangunan Yamayo Shokudo berada cukup tinggi. Interiornya didominasi kayu, merchandise Yamayo Shokudo terbentang di dinding. Suara laut bersahutan dengan suara televisi yang menayangkan bahasa yang kami tak mengerti. Kami duduk di samping dapur yang cukup minimalis dengan bilik dimana kami dapat langsung menyaksikan langsung sang juru masak. Di dapur, sang juru masak telah mengasah pisau sejak usia 23 tahun. Kini di usia 80, 47 tahun sudah memasak baginya bukan rutinitas yang monoton, tetapi kesempatan untuk mengolah hasil laut Kesennuma bagi para pengunjung yang mencicipi. 

Untuk makan siang, berbagai pilihan set menu dapat dipilih; tak hanya oyster namun juga terdapat ikan bonito yang saat ini sedang dalam kualitas prima. Gigitan pertama pada oyster yang dikukus membuat mata kami berbinar. Karakter rasa oyster Kesennuma berbeda dari daerah lain: teksturnya creamy, lembut, dengan sentuhan manis alami dari laut. Di Yamayo Shokudo, oyster tak hanya disajikan segar atau kukus, tapi juga hadir dengan variasi unik. Ada yang dibalut tepung, memberikan sensasi renyah di luar namun tetap mempertahankan kelembutan oyster. Ada pula oyster yang dipanggang dengan lapisan miso dan keju, menghadirkan perpaduan gurih, umami yang kaya, sedikit asin, dengan aroma panggang yang menambah kedalaman rasa. 

Sashimi bonito dari Kesennuma ini seolah membawa kita langsung ke lautnya. Potongan daging merah berkilau, masih menyimpan energi ombak yang baru saja dipeluknya. Setiap gigitan menghadirkan rasa segar yang jernih, manis alami yang halus, dan tekstur yang firm namun lembut di lidah. 

Baik Yamayo Shokudo maupun Yamayo Suisan, keduanya adalah bentuk “give back” bagi kota, tempat oyster bukan hanya makanan, tapi juga simbol daya tahan dan kebanggaan.

Di setiap oyster yang dirawat, setiap gigitan oyster dari Yamayo Shokudo, tersimpan cerita tentang tujuh generasi, tentang laut yang memberi dan merenggut, serta tentang manusia yang tak berhenti percaya. Di Kesennuma, oyster adalah warisan, dan setiap cangkangnya adalah bukti bahwa rasa terbaik lahir dari ketekunan dan cinta pada tanah kelahiran.

Artikel ini merupakan advertorial kolaborasi Feastin’ dengan Visit Kesennuma. Kunjungi situs https://visit-kesennuma.com/id/ untuk informasi lebih lanjut mengenai wisata Kesennuma dan follow Instagram resmi Visit Kesennuma di @kesennuma.japan

Previous
Previous

Laut dan Tradisi yang Membentuk Budaya Makan Kesennuma

Next
Next

Bumi dan Bara: Cerita dari Dapur Begawan Biji