Cerita Bersama Renatta

Simak perbincangan Feastin’ dengan sosok Renatta Moeloek tentang bagaimana Ia meniti karirnya, hingga tempat makan favoritnya di Ibukota.

Memasak adalah minat yang sudah Renatta rasakan sejak di bangku SMA. | Foto dokumentasi Renatta Moeloek.

Memasak adalah minat yang sudah Renatta rasakan sejak di bangku SMA. | Foto dokumentasi Renatta Moeloek.

Setelah vakum selama empat tahun sejak 2015, acara kompetisi memasak juru masak amatir di stasiun televisi RCTI, MasterChef Indonesia, kembali lagi ke layar kaca dengan wajah dan format penjurian baru di 2019. Munculnya kembali Juna Rorimpandey sebagai juri menjadi gebrakan. Namun hadirnya Renatta Moeloek sebagai juri wanita satu-satunya, inilah yang memberi nuansa berbeda dan fresh untuk MasterChef Indonesia.

Chef Renatta Moeloek bukanlah wajah asing di Jakarta. Ia adalah sosok di balik Fedwell, restoran dengan konsep modern "warteg" yang jadi pembicaraan food enthusiast Jakarta di tahun 2018. Fedwell yang mungil di Senopati dengan cepat jadi buah bibir karena konsep restoran yang berbeda mulai dari penyajian sampai menu makanan mereka dari quinoa hingga salmon gravlax. Pembawaan Renatta Moeloek yang lebih apa adanya, cuek, dan kasual pun juga memberi perspektif baru terhadap image chef wanita di Indonesia yang sebelumnya cenderung berada dalam kerangkeng stigma tertentu.

Tidak dipungkiri, dirinya sekarang menjadi inspirasi banyak anak muda untuk menjadikan dapur - serta profesi chef - sebagai masa depan mereka. Feastin' berbincang dengan Renatta Moeloek mengenai bagaimana sudut pandangnya terhadap dunia restoran, MasterChef Indonesia, hingga tempat makan favoritnya.

Ketiga juri MasterChef Indonesia format baru: Juna Rorimpandey, Renatta Moeloek, Arnold Poernomo. | Foto dokumentasi Renatta Moeloek.

Ketiga juri MasterChef Indonesia format baru: Juna Rorimpandey, Renatta Moeloek, Arnold Poernomo. | Foto dokumentasi Renatta Moeloek.

Feastin’ (F) Sejak kapan seorang Renatta Moeloek mulai senang memasak?

Renatta Moeloek (RM) Sebetulnya saya sudah suka masak – terutama baking – dari sejak sekolah dasar. Karena pada dasarnya saya suka kegiatan crafting. Baking itu kan sejatinya craftmanship ya. Mungkin juga karena ibu saya yang pure businesswomen dan tidak suka masak di rumah, jadinya saya terdorong untuk bisa masak. Tapi minat masak sebetulnya baru memuncak di saat saya SMA. Nah, mulai deh saya browsing internet waktu itu, foto masakan, resep-resep saya coba termasuk yang sulit seperti ayam kodok.

(F) Menurut Renatta, apa yang diperlukan di Indonesia agar kapasitas chef masa depan bisa seimbang dengan negara dengan food scene yang maju?

(RM) Indonesia itu sangat luas. Masing-masing kota dan wilayah punya permasalahan mereka masing-masing yang tentunya juga perlu solusi yang berbeda-beda. Jadi saya rasa tidak ada satu jawaban yang sama untuk seluruh Indonesia. Seperti contohnya Jakarta dengan lanskap restoran modern yang banyak pasti beda permasalahannya dengan kota Yogyakarta yang lebih tradisional dan lebih banyak rumah makan klasik. Ada wilayah yang mungkin perlu mendatangkan chef dari kota seperti Bali dan Jakarta agar terpapar informasi dan teknik masakan baru; atau ada juga yang bisa jadi sebaliknya harus diperkenalkan dengan yang tradisional. Ada daerah yang mungkin perlu dibuatkan sekolah memasak lebih banyak. Jadi macam-macam sebetulnya. But my suggestion is to introduce to the art of hospitality in general.

(F) What do you like most from MasterChef?

(RM) Yang saya suka dari MasterChef adalah the power to inspire and to convey masyarakat luas akan pentingnya industri kuliner terutama menjadi seorang chef. Sebelum era MasterChef, langka banget ada anak ketika besar mau kerja di restoran. Sekarang profesi sebagai chef itu sudah jadi normal dan bahkan didukung oleh orang tua. Culinary art sebelumnya tidak dianggap di Indonesia, dan dengan MasterChef jadinya tidak dianggap sepele lagi.

(F) Sebagai seorang juri, apakah kapasitas dari peserta yang paling dicari oleh chef Renatta?

(RM) Yang pertama adalah tentu yang memang bisa masak, dan basic knowledge on cooking and ingredients kuat. Penting juga kalau peserta bisa bikin makanan enak di luar kepala, setidaknya masakan Indonesia. Yang penting juga peserta juga harus punya kepercayaan diri yang tepat untuk makanan yang mereka buat dan berkarakter. Tapi banyak juga yang terlalu percaya diri sampai jadinya arogan padahal masakannya biasa saja, itu yang nggak cakep.

Interior Ruma Dining didesain nyaman selayaknya rumah sendiri. | Foto dokumentasi pribadi Renatta Moeloek.

Interior Ruma Dining didesain nyaman selayaknya rumah sendiri. | Foto dokumentasi pribadi Renatta Moeloek.

(F) Boleh ceritakan ke kami apa itu Ruma Dining?

(RM) Ruma Dining awalnya berfungsi sebagai dapur tempat saya mempersiapkan bahan makanan untuk acara private dining. Intinya itu dapur pribadi saya. Pelan-pelan saya tambahkan kursi dan meja buat kalau teman-teman berkunjung. Nah, di situ saya baru sadar juga sensasi serunya kalau main ke rumah teman, santai, di dekat dapur –  sebuah pengalaman yang bahkan tidak bisa didapat di restoran.

Fast forward, saya akhirnya membuka Ruma Dining untuk umum. Dengan penggabungan halaman yang luas, open kitchen, serta meja indoor, jadi orang bisa pakai untuk private events. Kami menyiapan paket kerjasama dengan chef kita, tapi bisa juga kalau mau bawa makanan dari luar, anything bisa sekali.

(F) What are your favorite restaurants in Jakarta and why?

(RM) Untuk  restoran Jepang pastinya favorit saya adalah Kaihomaru di Blok M. Untuk berkumpul sama teman-teman i'll go to Acta Brasserie. Ikan Bakar Cianjur di Cipete itu kesukaan saya, karena konsisten selalu untuk masakan Indonesia. Oh, dan tentu saja Animale! The restaurant is brilliant for their different approach to pasta.

(F) Siapakah chef inspirasi Renatta Moeloek?

(RM) Jujur saya tidak punya satu orang spesifik yang saya jadikan inspirasi secara penuh. Saya banyak terinspirasi oleh banyak chef, di mana masing-masing mereka punya hal yang bisa memberi saya pembelajaran entah dari kreativitas, etos kerja, sampai gaya memasak.

(F) Kalau Renatta Moeloek diibaratkan makanan, Anda bakal menjadi apa?

(RM) Terasi. Why? Karena terasi itu unik. Hanya yang mengerti keunikan dan kompleksitas terasi saja yang suka. Kalau yang tidak mengerti pasti tidak akan suka.

Feastin' Crew

Tim penulis yang selalu lapar, entah itu akan informasi baru atau masakan lezat di penjuru kota.

Previous
Previous

Andri Dionysius and the Gospel of Good Food

Next
Next

Rydo Anton, Putera Indonesia Kepala Restoran Terbaik di Asia