TAMU: Nostalgia Indonesia dalam Sentuhan Dinamis
Restoran Indonesia pertama TOMA Group ini menghadirkan harmoni antara kehangatan ruang dan cita rasa Indonesia yang familiar namun dinamis
Foto oleh: TAMU
Berlokasi di Jalan Adityawarman I, TAMU hadir tak jauh dari LCC Adityawarman — tepat di belokan sebelum compound space yang kerap dipadati muda mudi sembari nongkrong di spot pilihan mereka, jalan lurus akan mengarah ke sebuah bangunan dengan fasad simpel dan eksterior yang hangat layaknya rumah yang mengundang untuk masuk.
Begitu melangkah ke dalam, suasana nostalgia langsung terasa. Interiornya didominasi kayu dan furnitur bernuansa tradisional: jendela kayu besar yang terbuka lebar, sofa berbalut kain hangat, guci dan ukiran klasik, detail yang seakan membawa kita ke masa lalu. Namun, nostalgia di TAMU bukan sekadar romantisasi. Ia berpadu dengan semangat dinamis yang hidup dalam menu, menciptakan harmoni antara rasa yang akrab di lidah dan eksplorasi yang relevan dengan hari ini.
Narasi “Nostalgia tapi Dinamis” di TAMU juga berbicara lewat ruangnya. Di tengah interior yang hangat, berdiri kokoh sebuah Saka Guru berusia lebih dari lima dekade, seolah menjadi pengingat akan akar budaya yang tak lekang waktu. Alih-alih terasa kuno, elemen bersejarah ini justru berpadu mulus dengan garis desain modern yang bersih, menciptakan ruang yang akrab namun tetap relevan bagi hari ini. Sentuhan lain, seperti kayu dari proyek sebelumnya yang diolah kembali menjadi bagian dekorasi, menegaskan bahwa identitas TAMU dirawat hingga ke detail terkecil.
Filosofi “Tatap Muka” menjadi jiwa yang mengikat semua itu. Di tengah ritme Jakarta yang serba cepat, TAMU lahir sebagai ruang untuk melambat sejenak: duduk bersama, berbagi cerita, dan membiarkan percakapan tumbuh di atas meja makan.
Hartono Moe, Co-Founder TOMA Group, menyampaikan bahwa TAMU merupakan portofolio keempat sekaligus restoran Indonesia pertama yang dihadirkan oleh TOMA Group. Ia menuturkan kepada tim Feastin’ bahwa proses pengembangan menu dijalankan dengan penuh keseriusan, antara lain melalui perjalanan riset kuliner ke Medan dan Bali.
Hal ini pun didukung dengan pernyataan Corporate Chef TOMA Group, Arief Rachman Tonggeng, yang menjelaskan bahwa proses R&D berlangsung selama kurang lebih satu tahun. Ia menuturkan betapa menantangnya menyaring berbagai ide hingga akhirnya terpilih menu yang disajikan saat ini.
Sisi dinamis tercermin melalui eksplorasi hidangan, mulai dari penerapan teknik memasak presisi yang menghadirkan tekstur dan cita rasa terbaik, hingga pendekatan yang relevan dengan masa kini. Contohnya Sambal Goreng Otot, menu yang begitu personal bagi Chef Owner TOMA Group, Andreas Alnico, karena terinspirasi dari masa kecilnya di Cirebon. Dinamika serupa juga tampak pada Konro Pipi Sapi, alih-alih menggunakan iga seperti biasanya, bagian pipi diolah dengan teknik sous vide yang memperlihatkan keseriusan dalam menggarap detail. Pendampingnya pun tidak sekadar tempelan: labu yang disajikan bersama menghadirkan manis lembut yang mudah dipotong saat disentuh garpu.
Konsistensi perhatian terhadap detail inilah yang membuat setiap hidangan di TAMU memiliki karakter. Lawar, misalnya, dipilih karena dianggap sebagai representasi dinamika kuliner Nusantara. Dii Bali saja, setiap desa memiliki versi lawar yang berbeda, dengan bahan baku yang mengikuti identitas lokal masing-masing.
Bagian penutup di TAMU tak kalah memikat, seperti Bolu Tape Keju dengan sentuhan gula aren disajikan bersama es krim rum raisin atau pisang goreng wijen dilapisi saus kaya yang lembut, dengan tepung yang renyah, setiap gigitan terasa kontras dan memuaskan, menutup pengalaman bersantap dengan manis yang elegan.
TAMU menambah deretan restoran Indonesia, menghadirkan hidangan yang matang dalam rasa dan teknik, berpadu dengan suasana hangat yang menjadikan setiap kunjungan berkesan.