Metamorfosa yang Tak Pernah Usai di PIPINOS
Dari dapur apartemen dan cookies rumahan, PIPINOS menjelma menjadi bakery-restaurant yang perlahan matang.
Suasana hot kitchen PIPINOS dilihat dari teras belakang. | Foto oleh: Calvin Budianto
Langit yang mulai menurunkan rintik hujan sore itu membuat pergerakan saya ke Ciumbuleuit terasa tergesa. Lalu lintas padat di Minggu siang adalah makanan setiap pekan di Kota Bandung. Saat kendaraan yang membawa saya ke salah satu bangunan putih di bukit itu berhenti, parkiran yang padat oleh motor dan mobil langsung menyambut, meski sudah jauh lewat waktu makan siang.
Bukan kali pertama saya masuk ke PIPINOS, tapi kali ini ada sesuatu yang berbeda (lagi). Susunan interior baru yang lebih padat menghadirkan kehangatan, diisi obrolan yang tak kalah hangat dari meja-meja. Kelompok pertemanan hingga keluarga mengisi ruang di dalamnya, berbeda dari sebelumnya yang lebih banyak diisi mahasiswa lengkap dengan laptop untuk mengerjakan tugas.
Area indoor PIPINOS yang kini lebih padat dan hangat. | Foto oleh: Calvin Budianto
Fiona Ekaristi Putri (Pipin) dan Mohamad Fadli, sepasang sosok di balik Pipinos, lantas menyapa. Pipin tak asing bagi saya. Ia pernah menjadi dosen Administrasi Bisnis di kampus tempat saya menimba ilmu Hubungan Internasional, di bilangan Ciumbuleuit. Kami juga pernah bertetangga di food court salah satu apartemen. Di situlah salah satu titik awal perjalanan Pipinos dimulai pada 2018, dengan oven pemberian sang adik, Inez, dan mixer pemberian Fadli. Produk pertamanya berupa cookies dengan beberapa varian, brownies, lemon lavender cake, dan marble cake.
Pandemi pada 2020 tak menyurutkan langkah PIPINOS. Mereka justru membuka dapur yang lebih besar di Ruang8, Jl. Ranggamalela. Di sini mereka mulai mengeksplorasi menu baru: sourdough loaf, cinnamon rolls, tartlettes, focaccia, pretzel, pie, sandwiches, choux, aneka pastries, hingga berbagai pilihan roti yang diluncurkan secara bergiliran.
Pipin dan Fadli, sosok di balik PIPINOS | Foto oleh: Calvin Budianto
Dua tahun berselang, Januari 2023 menandai babak baru PIPINOS. Mereka kembali ke bukit tempat mereka lahir. Sebuah bangunan bekas rumah makan Padang termasyur menjadi rumah barunya. Pemisahan cold dan hot kitchen menjadi penanda identitas PIPINOS yang lebih ekstensif. Bukan lagi sekadar cookie shop atau bakehouse, PIPINOS menjelma menjadi bakery-restaurant. Waktu sarapan menjadi titik sentuh awal melalui varian sandwich, sup tomat, sup jamur, big breakfast, french toast, hingga Yakisoba Pan yang diinovasikan dengan Indomie. Rasa Eropa, Amerika, dan Asia bergabung.
Entah sudah berapa banyak menu yang dihasilkan PIPINOS. Yang pasti, eksplorasi yang mereka hadirkan termasuk yang tak biasa di Bandung. Tak hanya pada makanan berat, pilihan dessert pun terus bertambah. Selalu ada hal baru rasanya telah menjadi identitas yang tak terpisahkan dari metamorfosa PIPINOS. Dengan dapur luas yang kini mereka miliki, pengunjung dapat melihat langsung proses yang terjadi di baliknya. Kapasitas ini pula yang memungkinkan Pipinos menghadirkan “nyawanya” di beragam restoran, kafe, dan coffee shop lain sebagai supplier.
Ayam Opor dan Nasi Wangi. | Foto oleh: Calvin Budianto
Kembali ke meja makan, saya kini berhadapan dengan babak lain PIPINOS. Kemal dan Han yang bergabung sebagai Head Chef dan Sous Chef membawa sentuhan segar bagi hot kitchen PIPINOS. Sepiring ayam opor dengan nasi wangi telah tersaji, menu Ramadan yang kemudian menjadi menu tetap dan menggeser pelanggan PIPINOS ke cakupan usia dan kelompok yang lebih luas, termasuk keluarga.
Dada ayam yang direndam kelapa terasa meresap dan tak melawan saat dipotong maupun dikunyah. Disajikan bersama keciwis, kuah opor yang sopan, serta sambal batokok bakar yang memberi lapisan rasa lebih kompleks. Nyaman dan hangat. Sesuatu yang tak pernah terbayang bisa saya nikmati di PIPINOS jika melihat sejarah menu mereka, bahkan nasi pun pernah tak diizinkan hadir sebagai komponen menu demi menyorot kualitas produk roti. Kemal membangun resep ini sejak 2022 dan terus menyempurnakannya melalui berbagai teknik dan pembelajaran, termasuk penggunaan teknik paitan dalam pembuatan kuah opornya. Di samping menu tersebut, ia juga menghadirkan Nasi Ayam Kuah Kari yang terinspirasi dari sang nenek, seorang keturunan Minang.
Chef Kemal membawa nafas baru dan matang bagi PIPINOS sebagai bakery-restaurant. | Foto oleh: Calvin Budianto
Tak ada salahnya memasangkan rasa yang sangat lokal ini dengan segelas PIPINOS H. Cola, minuman cola racikan sendiri menggunakan ampas kopi, rempah, lemon, dan aren. Sebagai penutup, Burnt Chocolate Cake direkomendasikan oleh Pipin, Fadli, dan Kemal. Salah satu napas baru yang dibawa Kemal ke dapur PIPINOS. Kue cokelat 72% dengan sentuhan sesame oil dan sea salt ini disajikan bersama whipped cream. Tekstur garing, melt, dan creamy menyatu.
Burnt Chocolate Cake yang terinspirasi dari dapur Estela. | Foto oleh: Calvin Budianto
New-American menjadi DNA baru yang ditanamkan ke dalam rangkaian menu sejak kehadiran Kemal, dengan latar belakang pengalamannya menghabiskan waktu di dua dapur New York: Corner Bar Nine Orchard dan restoran berbintang Michelin, Estela—keduanya berada di bawah chef Ignacio Mattos. Sebelum berkelana ke New York selama setahun, Kemal banyak mengambil pelajaran dari dapur Aperitif, August, dan Joongla, setelah lulus dari Politeknik Pariwisata NHI Bandung.
Konsep New-American lahir dari pertemuan dan peleburan budaya para imigran di Amerika. Pendekatan ini dikenal lewat farm-to-table, penggunaan bahan segar musiman, serta percampuran rasa dari berbagai etnis yang berpadu di sepiring makanan. Cocok dengan identitas yang sejak awal dibawa PIPINOS.
“Di New York, mereka cenderung menghargai rasa dari masing-masing bahan. Itu yang juga coba saya lakukan di sini. Tidak terlalu banyak seasoning, namun bagaimana mengeluarkan rasa asli dari setiap bahan berkualitas,” kata Kemal.
Dalam menu brunch, sentuhan New-American hadir melalui Arroz Negro, Mc Muppin, dan Beef Burger. Sementara di menu dinner, Paella Negro yang pas untuk porsi berbagi, hingga ragam menu daging seperti BBQ, Tender Lovin’ Cheese, dan Brown Butter Steak, bisa menjadi pilihan baik untuk dimakan sendiri maupun bersama.
McMuppin, salah satu menu brunch PIPINOS. | Foto oleh: PIPINOS
Babak baru ini menempatkan PIPINOS bukan sebagai tempat yang meninggalkan masa lalunya, melainkan ruang yang merangkum seluruh perjalanannya. Dari cookie dan roti hingga sepiring opor dan Burnt Chocolate Cake, semuanya hadir sebagai satu narasi tentang eksplorasi yang tumbuh perlahan, matang, dan semakin berani tanpa kehilangan akar. Saya meninggalkan meja makan dengan rasa yang masih tinggal di lidah dan pikiran bahwa PIPINOS hari ini bukan lagi sekadar tempat singgah, melainkan sebuah cerita yang terus ditulis, tentang dapur, orang-orang di dalamnya, dan keberanian memberi ruang bagi rasa yang terus berevolusi.