Menakar Identitas Gastronomi Indonesia Lewat Prestige Gourmet Awards 2025
Majalah gaya hidup PRESTIGE menobatkan 30 Restoran Terbaik di Jakarta dan Bali tahun ini.
Restoran Peraih Kategori Gold Prestige Gourmet Awards 2025 | Foto oleh: Prestige Indonesia
Ada kemeriahan kecil di salah satu sudut Kemang, Jakarta Selatan pada malam 5 Mei 2025. Bukan hanya karena gemerlap venue Rifyo Design Quarter yang dipoles sempurna, atau aroma Marak Bali serta tequila Codigo 1530 yang bercampur dengan elegansi San Marzano dan kesejukan San Pellegrino. Tetapi karena ini adalah malam di mana Prestige Indonesia resmi meluncurkan Prestige Gourmet Awards (PGA) 2025, sebuah penghargaan yang menetapkan tolok ukur baru dalam lanskap kuliner Indonesia.
Daftar 30 restoran terbaik ini bukan sekadar ajang penghargaan prestisius. Ia mencerminkan sesuatu yang lebih besar: bahwa lanskap kuliner Indonesia—terutama di Jakarta dan Bali—tengah mengalami pergeseran arah, dari mengejar validasi internasional menjadi membentuk identitasnya sendiri.
Jika sebelumnya fine dining di Indonesia cenderung mengimitasi gaya Eropa atau Jepang, hari ini kita menyaksikan para chef yang berani menulis narasi sendiri—berangkat dari bahan lokal, tradisi, dan cerita personal mereka.
Dalam debut perdananya, PGA 2025 membagi peraih penghargaan ke dalam tiga kategori utama: Gold, Silver, dan Bronze. Dan seperti yang bisa diduga, daftarnya adalah peta rasa yang menggoda untuk dijelajahi.
GOLD: Puncak Pengalaman Kuliner
Salah satu amuse bouche dari Jinjoo | Foto oleh: Jinjoo
Dari dapur eksperimental August di Jakarta hingga keintiman Shelter dan MAURI di Bali, kategori Gold memuat restoran yang tak hanya menyajikan makanan, tapi pengalaman. Locavore NXT, misalnya, melanjutkan warisan Locavore dengan narasi rasa yang lebih progresif. Syrco BASÈ di Ubud, yang digawangi oleh chef dua Michelin-star asal Belanda, memberikan kedalaman rasa dalam estetika tropis yang elegan.
Restoran-restoran Gold lainnya seperti ESA, JinJoo, dan Kindling masing-masing menunjukkan keunikan mereka dalam hal storytelling, kualitas bahan baku, dan konsistensi. Ini bukan hanya tentang fine dining—ini tentang menjangkau emosi melalui rasa.
SILVER: Konsistensi dan Karakter yang Kuat
Chef Yvonne Yuen saat menerima penghargaan Silver untuk YY Private Dining | Foto oleh: Prestige Indonesia
Kategori Silver diisi nama-nama yang sudah akrab di kalangan penikmat kuliner, seperti Apéritif, Bistecca, dan Room4Dessert. Tapi juga ada kejutan yang menggembirakan seperti YY Private Dining yang membuktikan bahwa eksklusivitas bisa dikombinasikan dengan keintiman. Lulu Bistrot menghadirkan gaya bistro klasik Perancis ke Canggu dengan keanggunan yang santai, sementara T’ang Court menunjukkan bahwa masakan Kanton dapat tampil dalam format ultra-premium yang tak kalah kompetitif secara global.
Silver adalah tentang tempat-tempat yang mungkin tidak selalu bombastis, tapi memiliki tempat istimewa di hati para pecintanya. Mereka adalah pilar rasa dan estetika yang memberi warna pada lanskap F&B Indonesia.
BRONZE: Potensi Besar dan Wajah Baru yang Bersinar
Salah satu sudut restoran Perancis Joëlle | Foto oleh: Joëlle
Di kategori Bronze, kita menemukan campuran antara nama-nama mapan seperti Mozaic, Piquant, dan Mason, serta restoran baru dengan pendekatan menarik seperti Joëlle dan Apollo Wu Artisan Roast yang masing-masing memiliki keunggulan. Ironplate juga hadir dengan atmosfer elegan dan teaterik, menunjukkan bahwa presentasi tetap penting—tanpa mengorbankan rasa.
Mungkin paling menarik di kategori ini adalah munculnya tempat seperti AKAR by K-Club Ubud, yang menunjukkan potensi luar biasa dari sinergi antara hospitality dan kuliner farm to table dalam satu tempat yang holistik.
Kuliner Indonesia Baru: Tradisi yang Direkonstruksi
PGA 2025 bukan tentang siapa yang paling populer. Ia juga bukan kompetisi yang berbasis voting publik. Yang ditawarkan adalah panduan alternatif bagi mereka yang mencari sesuatu yang lebih bernilai: keaslian, keberanian, dan karakter. Bagi Feastin, daftar ini bukan akhir, melainkan langkah awal untuk mendorong cara pandang baru terhadap kualitas, keberanian, dan relevansi dalam dunia kuliner Indonesia.
Daftar ini juga menunjukkan gelombang baru chef muda yang berani merekonstruksi kuliner Indonesia. Mereka tidak meniru, melainkan menafsirkan ulang. Pendekatan ini bukan “fusion” seperti masa lalu—ini adalah penulisan ulang identitas kuliner Indonesia, dari dalam ke luar.
Jakarta: Dari Gemerlap Kosmopolitan ke Ekspresi Personal Penuh Presisi.
Restoran Su Ma di Blok M, Jakarta Selatan | Foto oleh: Su Ma
Jakarta dulunya dikenal dengan restoran mewah yang mengutamakan dekorasi, layanan, dan citra. Tapi para pemenang seperti August, ESA, SU MA, Kindling dan JinJoo menunjukkan arah baru: chef-driven restaurants yang mengedepankan teknik, narasi emosional, dan kualitas rasa tanpa basa-basi. Transformasi ini menunjukkan bahwa Jakarta bukan hanya panggung untuk kemewahan, tapi kini juga menjadi arena bagi ekspresi kreatif dan kuliner yang menyentuh.
Bali: Laboratorium Eksperimen, Etika, dan Keterhubungan dengan Alam
Kebun di area Syrco BASÈ yang ditumbuhi sayur-sayuran. | Foto oleh: Syrco BASÈ
Sementara Jakarta mulai menyempurnakan presisi, Bali tumbuh sebagai ekosistem kuliner yang eksperimental dan sadar makna. Di pulau ini, fine dining tak lagi soal bentuk dan teknik, tapi tentang nilai, relasi dengan alam, dan integritas terhadap bahan lokal. Locavore NXT menghadirkan pendekatan radikal terhadap konsep "post-local"—tanpa menu tetap, tanpa ekspektasi klasik, hanya pengalaman mendalam antara chef, petani, dan tamu. Syrco BASÈ menjadi manifestasi nyata bahwa kemewahan bisa berjalan selaras dengan prinsip regeneratif dan keterlibatan komunitas. Room4Dessert tetap menggila dengan eksplorasi fermentasi dan botani lokal, menjadikan pencuci mulut sebagai bentuk perlawanan sekaligus puisi.
Saat Rasa Menjadi Penanda Budaya
Yang membuat daftar Prestige ini menarik adalah karakter juri: bukan foodies atau reviewer kasual, tapi insider dunia kuliner, pelaku industri, dan kurator selera. Beberapa nama di balik daftar ini di antaranya Sandja Djohan, Arimbi Nimpuno, Roland Adam, Caroline Zachrie, Samuel Wongso, dan beberapa nama lainnya yang berjumlah lebih dari 20 orang dan termasuk dalam Prestige Inner Circle. Mereka berlatar belakang F&B, gaya hidup, mode, kecantikan, perhotelan, travel, wellness, kewirausahaan, desain, seni, dan budaya. Ini menjadikan daftar ini bukan soal popularitas, tapi soal kurasi rasa dan nilai.
Ronald Liem saat membuka malam penghargaan Prestige Gourmet Awards 2025 | Foto oleh: Prestige Indonesia
“Otoritas kami terletak pada selera dan preferensi kalangan inner circle Asia terhadap destinasi kuliner terbaik di Indonesia,” ungkap Ronald Liem, Publisher dan Editor-in-Chief Prestige Indonesia
Ada benang merah dari restoran-restoran yang masuk daftar:
Eksekusi teknik yang jujur dan tidak dibuat-buat
Narasi yang menggerakkan emosi atau budaya
Desain pengalaman yang utuh dari rasa hingga atmosfer
Kesadaran sosial atau lingkungan yang tersirat atau eksplisit
Gourmet tidak lagi soal harga atau plating, tapi soal relevansi, kedalaman, dan rasa ingin kembali. Selama bertahun-tahun, dunia kuliner Indonesia terjebak antara ekstrem: di satu sisi keotentikan street food, di sisi lain imitasi fine dining asing. Tapi hari ini, jalur ketiga mulai terbentuk—jalur yang lokal secara rasa, global dalam teknik, dan personal dalam penyampaian.
Prestige Gourmet Awards 2025 bukan hanya daftar restoran terbaik. Ia adalah cermin perubahan lanskap gastronomi kita—yang kini tak lagi mencari pengakuan, tapi justru sedang membentuk identitasnya sendiri: percaya diri, penuh makna, dan tentu saja, lezat.
———
Daftar lengkap pemenang dapat diakses melalui: https://www.prestigeonline.com/id/wine-dine/prestige-gourmet-awards-2025/