Pentingnya Kesadaran akan Keanekaragaman Hayati Indonesia: Perbincangan dengan Chef Arnaud dari Herbivore
Foto oleh Tamtam
“It’s about awareness, not just biodiversity”
Di tengah euforia pencapaian Locavore NXT di posisi ke-92 di Asia’s 50 Best Restaurants, saya belum lama berbincang dengan Chef Arnaud Hauchon, sosok di balik Herbivore, konsep restoran berbasis nabati yang ia sebut sebagai “adik kecil Locavore NXT.”
Saat tiba di Herbivore, saya disambut hangat oleh Chef Arnaud, dan percakapan kami segera mengalir, membahas pola makan plant-based serta keanekaragaman hayati. Dengan pengalaman dua dekade di dunia kuliner, ia kini menetap di Ubud setelah enam tahun berkarier sebagai kurator kuliner di Fivelements di Hong Kong dan Bali.
Jawaban di atas ia lontarkan atas pertanyaan saya yang menanyakan, apakah Chef Arnaud pernah bekerja di negara lain yang memiliki keanekaragaman hayati sebanyak Indonesia. Ia menegaskan bahwa bukan soal seberapa beragam suatu negara, melainkan bagaimana kita menyadari dan memanfaatkan apa yang ada di sekitar kita. Baik di Borneo maupun Amazon, jika kita tidak mulai memperhatikan rerumputan di bawah kaki sendiri, kita bisa melewatkan ribuan tanaman yang sebenarnya dapat dimanfaatkan.
Foto oleh Tamtam
Saya pun penasaran, apa yang membuatnya begitu teguh mengolah bahan nabati?
Kecintaannya terhadap sayuran dan tumbuhan begitu mendalam. Ia menjelaskan bahwa bahan nabati memiliki potensi rasa dan tekstur yang tak terbatas. Dan salah satu keterampilan yang membantu ia eksplorasi bahan-bahan nabati langka adalah dengan foraging—kebiasaan mencari dan mengidentifikasi tanaman liar di alam.
“It’s like a composer or a pianist discovering a new note on the piano,” ungkapnya.
Sejak kecil di Prancis utara, ia terbiasa menjelajahi hutan dan menemukan berbagai jenis tanaman menarik, sebuah kebiasaan yang terus ia jalani hingga kini diterapkan di negara asing dengan bioma yang jauh berbeda, dan keanekaragaman hayati yang melimpah.
Bagaimana ia tumbuh di Prancis pun menjadi salah satu alasan ia menjalankan advokasinya kini yang kuat. Masa remajanya ia dihabiskan dengan mengumpulkan roti dan sayuran yang dibuang di luar supermarket. Ironisnya, meskipun membuang makanan adalah tindakan ilegal di beberapa negara, praktik ini masih terjadi. Sejak dini, ia sudah terbiasa dengan prinsip bahwa tidak ada makanan yang boleh terbuang, sebuah nilai yang ia terapkan di Herbivore hingga sekarang.
Foto oleh Tamtam
"Apakah kamu vegan?" tanyanya kepada saya.
Saya ragu sejenak sebelum menjawab, karena saya masih sesekali mengkonsumsi telur dan terasi.
"Sama," katanya sambil tersenyum.
Awalnya, Chef Arnaud menjadi vegan karena alasan etis, tetapi kini motivasi terbesarnya adalah keberlanjutan dan dampak lingkungan. Menurutnya, perfeksionisme justru bisa menghambat misi yang lebih besar. Jika veganisme terlalu eksklusif, semakin sedikit orang yang akan tertarik untuk mengurangi konsumsi daging.
Chef Arnaud menghindari pelabelan dan bahkan tidak ingin menyebut Herbivore sebagai plant-based restaurant, tetapi lebih memilih untuk disebut “All flora, no fauna”. Baginya, sudah saatnya muncul istilah baru yang lebih inklusif.
Kami pun membahas tren plant-based food di Asia Tenggara yang sempat naik daun, tetapi kini mulai meredup. Saya menyinggung bahwa industri vegan di Jakarta mengalami lonjakan selama pandemi, namun merosot setelahnya, dengan diet karnivora justru semakin diminati.
Chef Arnaud menanggapinya dengan tegas: memperlakukan pola makan sebagai tren adalah kesalahan. Ia memiliki banyak teman yang dulu menjadi vegan hanya karena tren, tetapi kini justru beralih sepenuhnya menjadi pemakan daging. Menurutnya, idealisme harus didasarkan pada prinsip pribadi, bukan sekadar mengikuti arus.
Foto oleh Tamtam
Saya kemudian berbagi pengalaman saya sebagai chef content creator yang berfokus pada plant-based menu dan bagaimana ketertarikan saya terhadap bahan makanan tumbuh hingga melebihi rasa cinta pada hidangan akhirnya. Inilah yang membuat saya lebih memilih menyoroti bahan-bahan makanan dalam konten saya, bukan sekadar hasil akhir dari olahan tersebut
Chef Arnaud setuju bahwa menjadi chef berarti memahami dan mengeksplorasi bahan makanan. Kecintaannya pada keanekaragaman hayati membuatnya tetap berada di ranah kuliner plant-based. Bahkan, ia meyakini bahwa potensi masakan nabati jauh lebih luas dibandingkan dengan daging. Misinya kini adalah terus menjaga dan merayakan keanekaragaman hayati.
Chef Arnaud bersama saya
Chef Arnaud menutup percakapan kami dengan sebuah pengingat bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati terkaya di dunia.
“Kita bisa melakukan foraging dengan mudah, hanya dalam waktu satu jam, di hutan hujan tropis yang begitu rimbun. It’s a paradise we can easily forget,” pungkasnya.