Bersantap di August

Catatan pengalaman makan di restoran yang paling ditunggu kehadirannya di Jakarta.

Open kitchen di restoran August. | Foto oleh Feastin’

Apabila kita bisa mengkategorikan profesi yang memiliki kesabaran paling tinggi saat pandemi covid-19 menerjang, pemilik restoran mungkin jadi salah satu di tingkat list paling atas. Banyak restoran yang tertunda pembukaannya, atau bahkan tak jadi hadir padahal sudah dirancang dengan cermat bertahun-tahun sebelumnya – semua karena pandemi global. August salah satunya. Tadinya August adalah restoran yang dengan penuh percaya diri akan hadir di jantung Jakarta pada tahun 2020, tahun yang banyak diperkirakan menjadi tahun emas bagi industri makanan dan minuman di tahun 2019. Bagaimana tidak? Pada tahun 2019, bisnis kuliner sedang hangat dan seksi, banyak dibukanya bisnis restoran baru, bahkan invasi teknologi seperti cloud kitchen dan online juga disambut dengan meriah.

Tapi apa daya, para pelaku restoran dan bisnis makanan mesti gigit jari di tahun berikutnya. Sementara orang-orang seperti saya juga kehilangan jati diri karena tidak bisa lagi datang ke restoran. Coba saja tidak terjadi pandemi, coba saja. Tapi sudahlah, mari kita fokus dengan yang sekarang, dan izinkan saya membagikan pengalaman makan saya di August – yang akhirnya setelah penantian sekian lama – hadir.

Tidaklah berlebihan kalau August adalah restoran yang kehadirannya paling dinantikan di Jakarta selama dua tahun terakhir. Ada beberapa poin yang membuatnya jadi the most anticipated openings. Satu, August menawarkan jenis cuisine yang berbeda. Sebuah genre yang mungkin tujuh tahun lalu hadir di Jakarta bisa dibilang gila. Lalu yang kedua, kombinasi dari staf mereka. August dikepalai oleh chef sekaligus owner Hans Christian, sementara untuk dessert dipimpin oleh Ardika Dwitama. Untuk front of the house, karisma seorang Budi Cahyadi-lah yang mengambil alih. Ia juga bersama dengan Hans adalah partner pemilik dari August.

Harus diakui, saya mungkin bagian dari segelintir manusia Jakarta yang sangat menantikan kedatangan restoran yang satu ini, dan hal itu terbukti dalam waktu belum satu bulan, sudah dua kali saya datang ke August. Walau kedatangan saya diketahui oleh staf, yang mungkin tidak mereka ketahui adalah diam-diam saya mengumpulkan catatan demi catatan akan restoran yang punya potensi besar ini. Catatan yang saya kumpulkan cukup komprehensif, di mulai dari suasana ruang makan, kondisi kebersihan toilet, hingga dua yang paling penting: Kualitas makanan serta pelayanan. Selama kunjungan saya dua kali, saya dan rekan-rekan satu meja memesan Chef’s Tasting menu, di mana tamu diberikan lebih dari 12 hidangan yang merepresentasikan masing-masing menu yang ada.

Sebetulnya ada alasan juga kenapa Chef’s Tasting lebih menarik: Saya bisa menilai konsistensi tiap komponen di tiap piring yang hadir di satu meja yang sama dengan saya. Apakah teman saya mendapat daun dengan jumlah yang sama dengan saya? Apakah scallop saya hadir dengan kerak cokelat yang menawan seperti milik rekan satu meja? Apakah ikan miliknya lebih asin dan saya tidak?

Berikut ini saya memiliki catatan pembanding atas dinner yang saya lakukan di August tertanggal 2 Desember dan 15 Desember 2021:

Kamis, 2 Desember 2021

Hari ini belum beberapa minggu August membuka pintu mereka. Dalam tahap ini, nama August sudah ramai dibicarakan oleh epicurean Jakarta. Saya memesan set menu, dan dimulai dengan hidangan berbasis roti yang dibuat oleh Ardika Dwitama. Di bagian atas roti diberi pugasan krim yang dibuat dari bawang putih, serta parutan keju parmesan. Roti ini ringan secara tekstur namun memiliki rasa manis-gurih yang menarik sebagai pembuka. Lalu, amuse bouche yang pertama hadir, yaitu toasted bread yang di atasnya hadir cincangan ikan kobia, sour cream beserta rempah daun dan juga acar, serta irisan kentang goreng, dengan kata lain: Mini fish and chips. Fish and chips ini meninggalkan jejak rasa yang cukup lama dalam mulut hingga hidangan berikutnya hadir, yaitu Foie PB&J. Foie gras peanut butter and jelly merupakan interpretasi dari chef Hans Christian akan sandwich PB&J Amerika yang tinggi gula dan kalori.

Saya masih ingat Foie PB&J buatannya pertama kali saya menyantapnya: Anggur yang manis kecut, foie gras yang sangat creamy dan gurih manis, serta peanut brittle yang mengasyikkan. Namun di hari ini, foie PB&J seakan kehilangan setengah nyawanya. Wajah dua tamu yang hadir dengan saya tidaklah memberikan ekspresi sebagaimana orang menyantap hidangan yang menggugah. Mungkin kurang sedikit garam? Mungkin kurang lama diacar? Mungkin kurang pugasan kacang karamel? Segala kemungkinan menghasilkan kekurang puasan.

Setelahnya, hadir segelas kecil consommé sayuran yang gelap kecoklatan. Larutan itu terbuat dari sayuran yang telah melalui berbagai proses, diekstrak hingga keluar intisarinya, kemudian dimasak dan disajikan seakan itu adalah segelas teh. Seruput pertama adalah hantaman ragam rasa dan aroma di tiap penjuru rongga mulut; seruput kedua lebih menenangkan; seruput ketiga saya dibuai oleh kehangatannya. Ini adalah jembatan yang membuat mulut dan perut bersiap untuk masuk ke rangkaian hidangan berikutnya dari August.  

Foie PB & J. | Foto oleh Feastin’

Hidangan berikutnya dari August adalah sepiring tuna belly dengan sorbet alpukat dan juga kecombrang. Tentu ini adalah hidangan yang segar, entah dari sorbet, atau aroma kecombrang – bukan sesuatu yang baru, namun diaplikasikan dengan cermat. Namun dua hidangan berikutnya lah yang sungguh menyenangkan hari. Yang pertama adalah gurita, yang dibakar hingga bagian luarnya terdapat lapisan kerak hitam yang relevan, sedikit mengingatkan dengan gaya restoran Spanyol mengolah gurita. Serta disajikan dengan saus asam manis yang telah dirasuki oleh aroma lada andaliman. Saus ini sangat eksotis, belum lagi pilihan daun chervil yang seperti mint dan jeruk, menyenangkan.

Kemudian datang Si Ayam Blitar, yang disajikan dengan sangat sederhana, hampir telanjang tanpa embel-embel pugasan apapun, dan di sisinya ada kubangan saus merah dengan rempah yang kaya. Apabila ada Piala Oscar khusus makanan, pantas lah dada ayam August ini mendapat predikat Pemeran Terbaik. Namun sayangnya, euphoria menyenangkan ini harus berhenti ketika hadirnya daging wagyu striploin dengan saus mirip chimicurri, mudah ditebak layaknya roman picisan.

Tapi sebagaimana sebuah film berkualitas baik, mereka selalu bisa menutupnya dengan akhir yang menawan. Dessert pertama kami hadir, yaitu yogurt parfait dengan basil oil, dan mulberry granita, yang kemudian ditambah teksturnya oleh pearl kecil-kecil, seakan tiap panca indera dibangunkan kembali dari tidurnya setelah hidangan sebelumnya. Lalu, the finale, adalah dessert dari teh Jawa yang dibuat dalam berbagai bentuk dan tekstur.

Tentu di akhir makan malam, saya memahami bahwa August masih dalam tahap penyesuaian. Walaupun service tanpa cela, setidaknya beberapa komponen makanan masih bisa ditingkatkan.

 

 Rabu, 15 Desember 2021

Dua minggu berlalu setelah makan malam sebelumnya. August semakin tenar. Namanya dibicarakan oleh berbagai kalangan walau tanpa dukungan media sosial. Sungguh pembuktian bahwa restoran dengan makanan, pelayanan, serta komunitas yang kuat tak terlalu membutuhkan gegap gempita media sosial.

Ada pemandangan berbeda, meja bar serta rak wine sudah dipenuhi botol-botol yang menunggu para libationist. Di meja yang memandang langsung dapur, kami adalah penyimak Opéra de la cuisine, di mana musik adalah debam kulkas dan gesekan panci; dialog antar pemain direspon sempurna dengan “Yes Chef!”. Dalam panggung yang bernama August, kami mendapat kesempatan untuk menjadi bagian dari pertunjukan ini, dengan hidangan pertama hadir ke meja. Roti yang sama dengan dua minggu lalu: Parmesan, garlic confit, serta rempah Italia. Namun ada yang berbeda. Di sekitar roti lebih terasa lapisan kerak tipis yang manis, seperti madu yang mengering, memberi rasa manis floral yang menyeimbangkan aroma bawang yang sudah manis dan parmesan.

Kemudian hidangan kedua muncul, fish and chips. Bentuknya sama, mungil dan menggoda. Tapi ada lagi yang berbeda, ikan cobia punya rasa yang lebih tajam, lebih membekas, namun dibarengi dengan umami yang dihadirkan oleh kentang. Ternyata roti telah diubah menjadi kentang gratin sebagai alas. Cerdas. Sama seperti yang lalu, lalu muncul di depan kami foie PB&J. Rupanya chef Hans dan tim telah menebusnya, foie PB&J kali ini memberi kesan yang sama dengan pertama kali saya menyantapnya: Meriah, earthy, creamy, manis-gurih-asam bersaut-sautan layaknya canon dalam Vogel als Prophet karya composer Robert Schumann.

Scallop and Squid dengan kuah kari putih. | Foto oleh Feastin’

Hidangan-hidangan yang datang berikutnya mengikuti ritme ini, sebuah crescendo harmoni hidangan: Consomee, menawan; straciatella, lembut dan menyegarkan; scallop dengan saus kari putih, sentuhan aroma Thailand, dan kejutan dari irisan belimbung wuluh – brilian. Tapi melodi harus mengalami decrescendo saat barramundi dengan kecombrang butter hadir. Saus tidak cukup sehingga hanya tampil sebagai bayang-bayang saja, begitu pula daun ginseng yang hanya tiga iris sementara kami berlima, seolah memberi kesan eksekusi hidangan ini tidak dilakukan dengan matang. Namun sebagaimana komposer yang baik, kami dibawa lagi menuju crescendo saat daging striploin yang biasanya membosankan justru tampil layaknya bintang utama, dengan komponen peach jam yang harum, au jus yang legit, begitu indah.

Opera ala August pun ditutup oleh dessert kopi dari chef Ardika Dwitama, hidangan yang menurut saya meredefinisi bahwa dessert kopi tak melulu tiramisu atau gateux Opera; kopi tak selalu harus gelap, tua, dan dominan, Ia bisa ditampilkan lebih chic, muda, dan merangkul rasa lainnya.

Hanya saja, walau beberapa adegan seperti serbet jatuh saat saya ke kamar mandi tak dirapihkan; memesan es batu memakan waktu cukup lama; serta rekan saya mengelap sendiri saus yang bertetesan di meja sempat terjadi, August memberi pengalaman bersantap yang baik. Terutama melihat antusiasme yang ditampilkan oleh tim dalam dapur dan di dining room, memancarkan semangat tinggi yang mungkin jarang dirasakan saat bersantap di restoran. Setelah hampir seluruh hidangan di menu sudah saya cicipi, saya tidak sabar untuk menantikan apa yang akan mereka sajikan pada beberapa bulan ke depan.


AUGUST

Sequis Tower, Lantai Dasar.Kawasan Sudirman Central Business District (SCBD). Jakarta Selatan

Opening Hour: Selasa – Minggu, 18:30 – 23:00

Recommendation: Chef’s Tasting Menu

Details: Ruang restoran didesain dengan chic. Dessert bar adalah atraksi yang menarik. Memiliki ramp untuk kursi roda.

Instagram: @august_jkt

Kevindra Soemantri

Kevindra P. Soemantri adalah editorial director dan restaurant editor dari Feastin’. Tiga hal yang tidak bisa ia tolak adalah french fries, chewy chocolate chip cookie dan juga chicken wing.

Previous
Previous

Legit Lembut Ayam Goreng Mardun Martinah

Next
Next

Akar Restaurant & Bar